Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Jurnal 78: ketika placement test

Tak seperti di tempat itu Semua memakai arloji bermerk Semua memegang mesin pintar sendiri Milik sendiri Rambut rapi bak ditata penata rias Atau kerudung putih nan rapi licin bagai perosotan Tampan rupawan, cantik jelita Rapi nan tenang bagai seorang Tapi mereka sama Kerutan menghiasi kening Tangan menopang dagu Jari menggaruk dagu, kepala, bahkan masuk kemulut Tatapan kosong menatap layar monitor Komat kamit bak baca mantra Menggali ingatan yang sembunyi di lubang ingatan Bahkan mencuri waktu berdiskusi semakin waktu berjalan Mereka berbeda Mereka sama Tak seperti tempat itu Mereka tak perlu jauh melangkah kaki Si roda empat siap menghantar dan menghadang di depan pintu Peluit merongrong dari sarangnya tak berdaya Mereka berbeda Mereka sama Melangkah menggapai asa Mendaki menaiki terjalnya medan Menikmati proses berharap pada harapan Menyiapkan diri dari waktu yang bergulir Mereka berbeda Mereka sama

jurnal 77: Lost

Setelah beberapa chapter tulisan ala-ala selesai ditulis, everything is gone. Lost at nowhere (?) Salahku sendiri sih, nggak backup data. Alhasil, saat laptop rusak, hdd rusak, hilang deh semua. Dan parahnya lagi, tingkat pelupa yang tinggi memenuhi kehilangan ini. aku lupa dengan yang telah aku tulis. Hanya tahu garis besarnya saja.. Tourist, Alur Dhea, Tita, is gone.. Hhhhh.. i out of words.

Jurnal 76: My Poem

Permainan Kata by: myself Aku bukan orang yang pandai memainkan kata Hingga hati sering berlebih mengikat dada Keindahan apapun tak mampu membuatku melahirkan kata emas memuji Namun hanya kosong diam, tercenung dan ingin menikmati Tak mau lepas dari kilauan matahari di ujung horizon di atas air yang bergemuruh Tak mau berdalih melihat kerlipan dilangit dan di bumi Terpana tanpa mampu mengungkapkan apapun Jika kau tanya tentang keindahannya Aku takkan mampu membuatmu tertarik dan ikut terpukau Tersipu oleh tarian alam Kemolekan nusantara yang selalu berbeda Bahkan rekaman gambar takkan mampu mengatakan indahnya Kebesaran karunia berupa mata Aku bukan orang yang pandai memainkan kata Hingga kepala buram mengikat mengruhkan Kala aku melihat hal yang menyedihkan Yang terpenca rapi tak hanya di sudut ibukota Yang duduk diam mengharap belas kasihan Kau takkan menemukan apa yang sebenarnya terlihat Hanya akan menatap kosong beriring kesal Ketika

jurnal 75: Pendidikan diperbatasan harus tetap menyenangkan

jurnal 74: Kisah klasik

Duduk diam sendiri di pojok perpustakaan sekolah yang satu bulan belakangan ini aku tempati selama tugas, mendengarkan lantunan musik dari salah satu band legendaris nusantara, menjadikan kilasan-kilasan masa lalu yang berharga bersama para sahabat yang telah terpencar tak tentu dimana muncul beriringan. Masa sekolah, masa bermain, masa menghabiskan waktu tanpa mengerjakan hal yang berarti selain bercerita, berkumpul, bermain, bernyanyi, dan kegiatan apapun itu. Well, sesuai judul lagu yang terus mengalun dari speaker yang singgah di telinga, semuanya benar-benar sudah menjadi kisah klasik. Kerinduan berkumpul bersama tanpa peduli apa yang telah dilalui maupun yang menanti dimasa depan. Kisah bahagia dimasa lalu telah berubah menjadi kisah haru nan klasik yang menumbuhkan harapan murni tentang kerinduan. Bahagia tak selamanya jadi bahagia, sedih tak selamanya menjadi kesedihan. Semua akan berubah, beriringan dengan berjalannya waktu. Kadang semua hal itu akan berubah dengan keharu