Palace to
Story
Cukup simpan sendiri cerita yang muncul di pikiran.
Setidaknya itu akan mengurangi kegiata bergosip. Atau, paling tidak, tuangkan
dalam tulisan. Tulis dimana kau merasa nyaman untuk menulis. Bisa di diary atau
blog, asal kau yakin itu membuatmu nyaman. Tapi jangan pernah coba-coba untuk
bercerita (alias curhat) di jejaring sosial yang jelas-jelas semua orang tahu
itu kau. Pasti tidak akan merasanyaman. Karena awalnya berniat untuk
mengeluarkan pikiran, bercerita, walaupun tanpa ada yang menjawab, karena
terkadang saat berceritapun kita tidak bisa mendengar masukan apapun. Kita
hanya butuh di dengar.
Well, bercerita tanpa ada tanggapan mungkin memang bukan
hal terbaik untuk mendapatkan jalan keluar jika kita berbicara tentang masalah.
Tapi pastinya butuh waktu untuk kita dapat menerima saran, atau tanggapan.
Karena mungkin saja saat itu tanggapan yang baikpun akan terasa tidak benar dan
tidak bisa diterima hingga hanya akan menyakiti perasaan sendiri. Semua juga tahu
kalau tidak ada yang sama dengan semua orang dalam menyikapi suatu hal.
Walaupun hal kecil, semua bisa saja salah mengartikan saran, atau bahkan sikap,
karena hal yang sebenarny niat baikpun, bisa jadi mengacaukan.
Bercerita? Yup. Sebagai contoh, saat seorang yang kau
kenal, selalu bermain atau setidaknya bersenang-senang, cemas, sedih (maybe)
bersama-sama layaknya sahabat atau sekedar teman mungkin(?) sedang sibuk dengan
pekerjaannya, pastinya kita nggak mau donk mengganggu pekerjaan mereka dan
akhirnya pergi bersama teman lainnya. Pasti nggak ada yang menyangka kalau
tujuan baik kita untuk tidak mengajaknya agar pekerjaannya tidak terganggu
malah berakibat fatal. Dia merasa tersinggung dan langsung “bercerita”. Alhasil
terjadilah perag dingin alias tidak ada tegur sapa dengannya. Karena apa?
Karena ia “bercerita”. Seharusnya itu bukan hal yang besar yang patut
dipermasalahkan. Tapi, lihat bagaimana bahasa berceritanya dan dimana
bercerita. Tempat bercerita sangat penting dan berpengaruh terhadap hubungan
kita dengan orang lain. Seperti yang dialami orang yang kukenal tadi, ia
bercerita dengan bahasa menyindir langsung dan agak kasar walaupun bahasa yang
digunakan bukan dengan dialek (terkadang bahasa dialek bisa mempengaruhi
sekeras apa bahasa kita lho, sehingga lebih menyakiti perasaan orang lain).
Terlebih lagi dia memilih tempat “bercerita” di jejaring sosial yang sudah
pasti banyak dilihat orang yang kita kenal dan semua orang tahu yang menulisnya
adalah dia. Tentu saja banyak orang yang merasa bahwa itu ditujukan dengannya.
Daripada menimbulkan masalah, lebih baik jika memang tidak tahan untuk
bercerita, cari tempat dan bahasa
bercerita yang baik. Seperti diary.
Kalau memang merasa kaku untuk menulis di diary, tulis saja di blog pribadimu.
Kebanyakan orang di negara kita ini masih jarang ada orang yang suka
membuka-buka blog, kecuali jika sedang mencari tugas. Jadi aku pikir menulis di
blog akan aman, karena jika memang ada yang ingin membukanyapun, paling tidak
akan memakan waktu lebih banyak untuk mencari, sehingga waktu akan berlalu
sebelum dibaca orang lain dan mungkin saja permasalahan yang diceritakan tadi
sudah selesai dan kita sudah siap atau bahkan sudah diceritakan pada temanlain
sehingga itu sudah bukan masalah lagi.
Yang jelas, ingat saja, semua permasalahan pasti akan
terjawab sesuai dengan berjalanya waktu. Waktu, tempat, bahasa, dan sikap
adalah kunci berharga kita untuk membuka kotak pandora.
Komentar
Posting Komentar