PROLOG
“Anak itu menyukaiku?” terdengar obrolan ringan di
depan minimarket yang masih sepi karena hari yang dingin sebab hujan yang tak
kunjung berhenti, disusul tawa ringan yang tak habis pikir dengan pernyataan adiknya
yang seperti bercanda.
“Sungguh, kemarin
aku tidak sengaja membaca buku diary yang dia bawa tiap hari kesekolah, Kak. Kalau
tidak salah sejak melihat kau mengantarku kesekolah, tahun ajaran baru
kemarin,” ujar Reno meyakinkan kakaknya yang terus tertawa geli.
“Hahaha, kau membaca
diarynya? Itu tidak boleh, tahu,” celetuk Dino masih tersenyum geli pada Reno.
Tangannya sibuk mengotak-atik kamera versi terbaru yang beberapa waktu lalu
dibelinya.
“Itu.. itu..
salahnya sendiri. Meninggalkan buku aneh di meja kelas.” Tutur Reno beralasan.
Kakinya menendangi kerikil yang dilihatinya, salah tingkah. “Jadi bagaimana
kak?” lanjutnya. Dino yang ditanya diam saja masih sibuk melihat hasil foto di
kamera digitalnya yang seharian di ambilnya. Rasa puas dengan hasil jepretannya
terlihat sangat jelas darinya.
“Kak Dino? Gimana
tuh?” tanya Reno penasaran, tangannya menyenggol Dino tak sabar.
“Hmm??”
“Aka, menurut
kakak gimana?”
“Kau ini, dari
tadi dia terus. Apa kau menyukainya?” tanya Dino tanpa menoleh.
“Ohoho!! Tentu
saja. Tapi sebagai teman. Dia pintar, aku dan teman yang lain sering minta
bantuannya tentang PR. Bukan suka yang lain,” bantah Reno memukul ringan Dino,
merasa tidak terima. “Kakak gimana?”
“Reno, kalau kau
suka diapun tak apa. Kau sudah SMA, walaupun baru masuk SMA, tapi wajar untuk
seumurmu mulai suka seseorang. Kakak tak mungkin suka sama Aka, dia temanmu
bukan? Kalian masih kecil. Lihat umur kakak, 24 tahun. Tak mungkin hal yang kau
cemaskan terjadi. Santai sajalah.” Tutur Dino panjang, gemas melihat tingkah
adiknya.
“Haha, siapa yang
cemas. Aku hanya penasaran saja, gimana hasilnya. Anak itu memperlakukan semua
anak lelaki dengan sama, tak ada yang berbeda, bahkan saat kakak disana dia
juga terlihat biasa saja. Seakan, kita semua adalah seorang gadis juga. Tanpa
sedikitpun ketertarikan,” jelas Reno. “tunggu, kau bilang tadi sudah umur wajar
buat menyukai seseorang, tapi kau juga bilang kami masih kecil? Tidak
konsisten.” Sambungnya. Dino berbalik menghadap adiknya yang sejak tadi terus
mengoceh tentang teman sekelasnya yang beberapa kali membuat tugas kelompok
bersama beberapa temannya yang lain dirumah.
“Reno, bagi Kakak, kau masih kecil. Aka masih
kecil, Restu, Rina, Eko, Fadhil, kalian semua masih kecil. Dan sejujurnya belum
pantas buat kalian pacaran,”
“Kami tidak pacaran
kok!” potong Reno.
“Kakak tahu, kalau
tidak ya bagus. Kakak senang kalau memang tidak. Anak seumur kalian, harusnya
konsentrasi belajar dulu. Pikirkan hal seperti itu jika kalian sudah dewasa
nanti, saat sudah mampu melakukan hal luar biasa dalam hidup kalian. Jika saat
itu telah datang, baru kalian bisa memikirkan hal tentang suka, cinta, atau hal
yang kau sebut tadi. Tentu saja untuk suatu hubungan yang halal, bukan seperti
hubungan bebas.” Tutur Dino menjelaskan dengan menahan senyum melihat ekspresi
Reno yang tiba-tiba mendapat ceramah darinya. Ia mengalihkan pandangannya
kearah jalan raya. “Dan yang terpenting, Kakak tidak tertarik padanya. Anak
kecil. Jangan cemas,” sambungnya tersenyum lebar dengan mata masih tertuju pada
jalan raya, sedangkan tangannya mengusap lembut kepala Reno yang sibuk
mengelak, takut terlihat oleh orang lain. Wajar saja, mini market tempat mereka
berdiri berada tak jauh dari sekolahnya, walaupun sekolah sudah usai berjam-jam
yang lalu.
Pada saat yang
sama, tampak sebuah mobil berwarna putih menepi di hadapan mereka. Tampak
seorang pria paruh baya di belakang
kemudi melambaikan tangan kearah Reno dan Dino yang dibalas pula oleh kedua
kakak beradik itu. Keduanya melangkah menuju mobil putih itu dan menaikinya.
Tanpa menunggu lama, mobil melaju dan menjauh dengan cepat dari minimarket.
Sementara itu di meja
panjang dinding didalam mini market,
seorang anak perempuan yang masih mengenakan serangam putih biru dilapisi jaket
berwarna hijau tua yang agak kebesaran, masih asyik menikmati mie instan cup
yang masih hangat mengepul dengan minuman hangat yang terletak didepannya. Selagi mulutnya
mengunyah santai, matanya menatap tanpa ekspresi kearah hujan di luar yang
belum berhenti. Kepalanya sedikit mengikuti irama musik dari speaker minimarket
yang begitu pelan hingga nyaris tak terdengar.
Ting!!
Dengan malas
tangannya meraih ponsel dari dalam tas yang diletakkannya di atas meja, sebuah
pesan dari ibunya. Sekali lagi tangannya menyuapi mie instan kedalam mulutnya.
Ibu : Aka, kok belum pulang? Jemput atau tidak?
Aka : Masih hujan Ma, jemput ya.. ;) :*
Dimasukkannya
kembali ponsel polyponik kedalam tasnya, ponsel yang akhirnya didapatnya sejak
ia berhasil mengikuti training siswa bulan lalu. Tangannya yang lain meraih
gelasnya, meniup dan meminumnya sedikit.
“Dewasa ya..” pikirnya masih dengan
ekspresi datar, dan dengan santai menyuap mie ke mulutnya.
~dlrr~
Komentar
Posting Komentar